BATURAJA-Hari pertama, Senin, pembukaan bursa Calon Ketua Umum (Ketum) KONI OKU hingga berita ini dibuat belum ada yang mengambil formulir dan persyaratan calon. Sementara waktunya tinggal dua hari lagi. Kamis-Sabtu (7-9 Juli 2022) sudah masuk jadwal pengembalian berkas.
Informasi yang berhasil redaksi himpun, menurut salah seorang staf Sekretariat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten OKU, saat ini belum ada bakal calon yang mengambil formulir.
“Belum ada kak,” ujar staf ini yang kami hubungi via WA.
Caretaker Ketua Umum KONI OKU, Solehun MPd ketika dikonfirmasi via telepon mengaku sudah menandatangani SK penetapan anggota Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) Bakal Calon Ketum KONI.
“Sudah. Saya sudah tandatangani SK TPP. Dan proses penjaringan sudah berjalan,” ujar Solehun.
Mengenai penunjukan TPP adalah haknya sebagai caretaker Ketua Umum KONI OKU. Karena sesuai tugasnya, ditunjuk sebagai caretaker Ketum KONI OKU oleh Ketum KONI Sumsel, adalah untuk melaksanakan Rakerda dan melakukan pemilihan Ketua Umum KONI OKU yang baru.
AKLAMASI
Banyak pihak yang memprediksi pemilihan Ketum KONI OKU 23 Juli 2022 nanti tidak akan terjadi. Karena yang berpeluang bisa mencalonkan diri hanya satu orang karena syarat dukungan cabor minimal 50%. Sementara total yang memiliki hak suara ada 43 Cabor.
Artinya, jika bakal calon Ketum KONI ada yang memenuhi syarat tersebut, otomatis dia yang akan menjadi Ketum KONI secara aklamasi. Dan itu sah-sah saja. Sepanjang mekanisme AD/ ART KONI sudah dijalankan.
“Saya kira syarat dukungan cabor minimal 50% tidak menjadi soal. Jika memang dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) KONI tidak mengatur persentase dukungan Cabor,” ujar Saiful Mizan SH MH, praktisi hukum yang juga Advokad di OKU ini.
Menurut Jimbo-begitu pria ini biasa disapa, ketika mekanisme organisasi sudah berjalan sesuai koridor dan cara pengambilan keputusannya benar, maka keputusan itu sudah bisa dilaksanakan dan sah.
“Saya selalu mengikuti perkembangan seputar KONI OKU lewat pemberitaan media massa. Dalam konteks pengambilan keputusan terhadap besaran syarat dukungan minimal dari Cabor sebesar 50% itu. Saya kira sudah sesuai mekanisme organisasi secara umum. Ketika banyak pilihan alternatif tidak mungkin pengambilan keputusannya lewat musyawarah mufakat. Maka harus ditempuh dengan jalan voting (pengambilan suara terbanyak),” kata Saiful Mizan.
Lebih jauh Jimbo mengatakan, bahwa pengambil keputusan dengan cara voting juga merupakan mekanisme yang demokratis dan diatur oleh Undang-Undang.
“Dalam sistem pemilihan satu orang satu suara (one man one vote), maka itu sudah sesuai dengan azas demokrasi. Itu tadi, jika pengambilan keputusan tidak bisa ditempuh dengan musyawarah mufakat. Jalan satu-satunya adalah voting. Dan yang meraih suara terbanyak maka itulah yang menjadi keputusan,” tutup Saiful Mizan. (tim)