HARIANMUBA.COM,- Membanggakan apa yang dilakukan oleh siswa SMK Alfudhola, mereka bisa mengolah sampah organik menjadi sabun cair ramah lingkungan.
Selama ini sampah organik merupakan salah satu jenis limbah yang menjadi sumber permasalahan bagi dunia, begitu pula Indonesia.
Memang, sampah organik lebih ramah lingkungan karena sifatnya yang mudah terurai.
Namun, menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, sampah organik menjadi penyumbang terbesar yakni berkisar 57 persen dari total sampah Indonesia dimana data ini diambil tahun 2021 lalu.
BACA JUGA:PNM Gelar Pelatihan Khusus Calon Pelaku Usaha Sektor Pertanian
Hal tersebut memotivasi pelajar yang ada di SMK S Alfudhola Sungai Lilin untuk melakukan penelitian agar sampah organik tersebut dapat dimanfaatkan.
Siswa disekolah yang berada dibawah Yayasan Pondok Pesantren Hidayatul Fudhola Walisongo melakukan penelitian dengan memanfaatkan sisa kulit buah yang didapat dari Orang tua atau Wali santri saat menjenguk anaknya di Pondok dan juga didapat dari sisa dapur asrama.
Dari Kreatifitas dan kerja keras pelajar SMK tersebut berbuah manis.
Didampingi oleh Eko Heri Purwanto, S.P selaku Guru pengampu Mata Pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan pelajar di SMK ini berhasil mengolah sampah organik menjadi cairan kaya manfaat Eco Enzyme.
BACA JUGA:Lagi! Livin’ by Mandiri Hadirkan Inovasi Transfer Ke Luar Negeri Yang Cepat, Murah, Utuh dan Mudah!
Cairan ini mempunyai banyak manfaat, salah satu dari ribuan manfaatnya antara lain dapat digunakan untuk kehidupan sehari-hari yaitu sebagai pembersih alami seperti sabun cair, karbol, hand sanitizer dan beberapa jenis lain.
Tidak cukup dengan itu, setelah pelajar SMKS Alfudhola berhasil membuat cairan Eco Enzyme, mereka melanjutkan pengembangan inovasi dengan membuat Sabun Cair Ramah Lingkungan yang berbahan dasar cairan Eco Enzyme
Langkah pembuatannya yaitu cairan eco enzyme yang telah dihasilkan sebelumnya dicampur dengan air bersih, garam, biang parfum/pewangi alami dan sulfaktan yang berbasis minyak kelapa sawit.
Dimana keunggulannya dapat diperbaharui, biodikredible, dan kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan sulfaktan yang berbasis Pertalium yang biasa kita temui pada diterjen biasa