Tidak hanya terbatas pada level legislatif, penggunaan ilmu gaib juga merambah hingga ke percaturan politik di tingkat lokal, seperti pemilihan kepala desa.
BACA JUGA:Jumlah Petugas Pemilu 2024 yang Meninggal Dunia Capai 57 Orang, Terbanyak dari Jawa Barat
BACA JUGA:Manfaatkan Momen Keramaian, Sehari Pedagang Ini Laku Puluhan Cup
Di beberapa daerah di Jawa, praktik seperti ini masih sangat kental. Bahkan, calon kepala desa bisa saling mengirim energi negatif untuk menghancurkan kandidat lawannya.
Proses pengiriman dan memengaruhi masyarakat sering kali dimulai dari pengumpulan data pribadi, seperti foto, tanggal lahir, dan informasi mengenai orang tua.
Dokumen-dokumen ini kemudian dimanfaatkan sebagai bahan utama untuk melakukan serangkaian ritual yang bertujuan untuk memengaruhi pilihan politik masyarakat.
Dalam konteks ini, penggunaan ilmu gaib dalam percaturan politik tidak hanya menimbulkan kontroversi, tetapi juga menimbulkan dampak yang cukup signifikan dalam dinamika politik di Indonesia.
BACA JUGA:Atap Daun Nipah Masih Diburu, Disini Lokasi Pembuatan Atap Daun Nipah di Muba
BACA JUGA:Jelang Persiapan Assemen Madrasah, Pihak MTs Undang Orang Tua Siswa Kelas 9
Diperlukan pemahaman yang lebih mendalam dan upaya untuk mengatasi praktik-praktik semacam ini demi menjaga integritas dan keadilan dalam sistem politik negara. (*/red)