"Misalnya bendungan yang masif dibangun tapi tidak disertai koneksi ke jaringan irigasi. Bahkan proses pembangunan bendungan menurunkan luasan lahan untuk petani seperti kasus Wadas dimana batu untuk konstruksi bendungan merusak kebun petani," tukas Bhima.
BACA JUGA:Duo Pelaku Curanmor yang Resahkan Warga Kota Lubuk Linggau Diamankan Polisi
BACA JUGA:Sumsel Siap Berlaga di PEPARNAS XVII Solo, Pj Gubernur Targetkan Prestasi Lima Besar
"Keenam, masifnya impor beras dalam beberapa tahun terakhir membuat petani malas menanam padi dan beralih ke tanaman lain yang lebih menghasilkan. Ini disebabkan momentum impor berbarengan dengan musim panen raya," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Beberapa waktu lalu, Country Director for Indonesia and Timor-Leste, World Bank, Carolyn Turk, mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia jauh lebih tinggi 20 persen jika dibandingkan dengan harga beras di negara ASEAN lainnya.
Hal ini, menurutnya, juga menjadikan harga beras di Indonesia menjadi beras dengan harga paling mahal se-ASEAN.
Selain itu, dirinya juga menambahkan bahwa hal ini juga diikuti oleh pendapatan petani, yang masih di bawah USD1 atau setara Rp 15.207 per-hari.
BACA JUGA:Dramatis! Marquez Menyelamatkan Pecco yang Kehabisan Bensin
BACA JUGA:Google Tingkatkan Fungsi Tabs Chrome, Ini Fitur Terbarunya
"Konsumen Indonesia kami perkirakan masih membayar hingga 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka," jelas Carolyn.(sabrina)