JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan mayoritas fokus penyakit cacar monyet di luar negara endemik umumnya dialami pria sesama jenis.
Meski di Indonesia kasus ini belum terdeteksi, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga menyoroti kasus cacar monyet mayoritas terjadi di kalangan pria penyuka sesama jenis atau LSL.
Ketua Satgas Cacar Monyet PB IDI dr Hanny Nilasari mengungkapkan banyak laporan kasus cacar monyet di dunia berasal dari kelompok LGBT.
Menurutnya, kasus cacar monyet di dunia juga banyak ditemukan pada penderita HIV salah satunya di negara Afrika sebagai daerah endemik.
“Banyak dilaporkan pada populasi gay, lesbian, dan HIV. Itu cukup banyak kena monkeypox,” kata Hanny dalam webinar, Selasa (2/8).
Namun, Hanny menegaskan banyaknya kasus cacar monyet pada LGBT bukan penyakit seksual. Ia menjelaskan secara teori, kontak erat sentuhan termasuk hubungan seksual sangat berpotensi menjadi sumber penularan cacar monyet.
“Penularannya dari kulit ke kulit, mata ke mata, anus ke anus. Jadi bukan pada populasi khusus ini, tapi semua yang berisiko mendapat kasus ini,” ujarnya.
Hingga kini belum ada vaksinasi cacar monyet yang disetujui penggunaannya oleh BPOM. Sejumlah masyarakat, kata dia, sudah menanyakan soal vaksin.
“Monkeypox bukan penyakit menular seksual, tapi penularan kulit ke kulit akan memperbesar potensi monkeypox. Sebagian sudah menanyakan vaksinasi penyakit ini,” katanya.
“Tetapi seperti diketahui vaksin monkeypox ini belum diapprove oleh BPOM meskipun sudah ada rekomendasi dari CDC dan WHO,” lanjutnya.
IDI juga meminta masyarakat mencegah penularan dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Hal itu karena infeksi cacar monyet dapat menular dengan cepat hanya melalui kontak. (jawapos)