Mengutip www.esdm.go.id, disebut melalui skema Gross Split, Negara akan mendapatkan bagi hasil migas dan pajak dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sehingga penerimaan Negara menjadi lebih pasti.
BACA JUGA:Peringatan Hari Bhayangkara ke-77 Di Muba Momentum Tingkatkan Profesionalisme Polri
BACA JUGA:Rumah Warga di Kebumen Rusak, Dampak Guncangan Gempa Bantul 6.4 Magnitudo
Negara pun tidak akan kehilangan kendali, karena penentuan wilayah kerja, kapasitas produksi dan lifting, serta pembagian hasil masih ditangan Negara. Oleh karenanya, penerapan skema ini diyakini akan lebih baik dari skema bagi hasil sebelumnya.
Bagaimana perhitungan Skema Gross Split? Perhitungan Gross Split akan berbeda-beda setiap wilayah kerja. Perhitungan yang pasti, terdapat pada presentase Base Split.
Untuk base split minyak, sebesar 57% diatur menjadi bagian Negara dan 43% menjadi bagian Kontraktor. Sementara untuk gas bumi, bagian Negara sebesar 52% dan bagian Kontraktor sebesar 48%.
Disamping presentase base split, baik Negara dan Kontraktor dimungkinkan mendapatkan bagian lebih besar dengan penambahan perhitungan dari 10 Komponen Variabel dan 2 Komponen Progresif lainnya.
BACA JUGA:Kalah Dalam Pilkades di OKI, Ini Yang Dilakukan Salah Satu Orang Tua Calon, Masyarakat Dibuat Merana
BACA JUGA:Rutin Konsumsi Air Kayu Manis Dapat Atasi Masalah Kulit Wajah, Berikut Ini Manfaat Lainnya
Hal ini membuat skema Gross Split menarik bagi para investor untuk mengelola wilayah kerja migas, termasuk wilayah kerja non-konvensional yang memiliki tantangan lebih besar.
Untuk mendukung penerapan sistem bagi hasil ini, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Nomor 08 Tahun 2017 tentang kontrak bagi hasil Gross Split.
Permen ini menetapkan bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok Kontrak Bagi Hasil yang memuat persyaratan antara lain: kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; modal dan risiko seluruhnya ditanggung Kontraktor; serta pengendalian manajemen operasi berada pada SKK Migas. (dpc)