Meski niat adalah urusan hati, melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut.
BACA JUGA:10 Tokoh Ini Dinilai Layak Jadi Bupati Musi Banyuasin, Bakal Maju Pilkada 2024?
BACA JUGA:Wajib Tahu, Ini 5 Perbuatan yang Dapat Mengurangi Pahala Puasa
Talaffudh berguna dalam memantapkan i’tikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.
Puasa Ramadhan merupakan kewajiban setiap muslim yang telah mencukupi syarat dan rukun.
Sahnya puasa Ramadhan tidak terlepas dari adanya niat malam hari dari tenggelamnya matahari sampai sebelum terbitnya fajar, sebagai rukun pertama. Keterangan ini sebagaimana hadis Nabi saw: “Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak ada puasa baginya.”(HR. Abu Daud, at Tirmidzi, an Nasa’i, Ibnu Majah dan Ahmad).
Berdasarkan dari hadis tersebut, sangat jelas bahwa orang yang tidak niat puasa fardlu di malam harinya, maka puasanya tidak sah.
BACA JUGA:Pj Gubernur Agus Fatoni Raih Penghargaan Top BUMD Award 2024
BACA JUGA:Terbaru! Dampak Gempa Bumi di Bengkulu Selatan, Puluhan Rumah dan Fasilitas Umum Rusak
Namun, bagaimana jika ada seseorang yang lupa berniat di malam harinya, tetapi dia makan sahur, apakah dengan makan sahur tersebut sudah mewakili niatnya yang tak terbersitkan di dalam hati?
Al Alim al Allamah Asy Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, murid imam ahli fiqh, Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Fathul Mu’in telah membahas permasalahan ini. Ia mengatakan: “Makan sahur tidak cukup sebagai pengganti niat, meskipun ia makan sahur bermaksud agar kuat melaksanakan puasa. Dan mencegah dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa karena khawatir akan terbitnya fajar juga tidak mencukupi sebagai pengganti niat selama tidak terbersit (di dalam hatinya) niat puasa dengan sifat-sifat yang wajib disinggung di dalam niat.” (Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz al Malibari, kitab Fathul Mu’in)
Berdasarkan keterangan tersebut, maka sangat jelas bahwa makan sahur belum mewakili niat puasa. Sehingga puasa yang dilakukan oleh orang yang lupa niat puasa di malam harinya dianggap tidak sah, dan ia harus mengqadha puasa tersebut di luar bulan Ramadan. Meskipun puasanya tidak sah, bukan berarti ia boleh makan dan minum sepuasnya atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu.
Orang tersebut tetap disyari'atkan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa selama satu hari itu. Yang demikian itu untuk menghormati waktu yang banyak orang melaksanakan puasa di dalamnya, yakni bulan Ramadan. Meskipun puasanya tidak dianggap tetapi ia tetap mendapatkan pahala dengan menahan diri tidak makan dan melakukan perkara yang membatalkan puasa. Meski demikian, ulama mazhab Syafi’i tetap memberi solusi bagi siapa saja yang lupa belum berniat puasa Ramadan pada malam harinya.
BACA JUGA:Apriyadi Mahmud : Mengalir, Fokus Rampungkan Tugas PJ Bupati Muba
BACA JUGA:Ingin Mudik Lebaran? Ini Rekomendasi 10 Mobil Hemat BBM
Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab menuturkan solusi tersebut sebagai berikut: “Disunahkan (bagi yang lupa niat di malam hari) berniat puasa Ramadhan dipagi harinya. Karena yang demikian itu mencukupi menurut Imam Abu Hanifah, maka diambil langkah kehati-hatian dengan berniat.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Majmû’ Syarhul Muhadzdzab, [Jedah: Maktabah Al-Irsyad, tt.], juz VI, hal. 315)