"Padahal kalau ditinjau dari daya tahan serta tingkat ramah lingkungannya, hasil anyaman jauh lebih baik," ungkapnya.
BACA JUGA:Lestarikan Ekosistem Sungai, Program 'MAPAN MUBA' untuk Kesejahteraan Nelayan
BACA JUGA:Berhasil Tepis Penalti dari Pemain Lawan, Maarten Paes Jadi Pahlawan Timnas Indonesia
Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa saat ini memamg cukup sulit untuk mendapatkan bahan baku untuk membuat kerajinan anyaman.
"Bahan baku seperti Bambu dan Rumput Purun atau Rumput Badau sekarang sulit untuk didapat. Harus pesan dulu kepada masyarakat yang sering mencari ke hutan," katanya.
Saat ditanya mengenai omset penjualan hasil anyamannya, ia mengatakan bahwa dalam sekali berjualan bisa mendapatkan omset hingga Rp 300 ribu.
"Kalau penghasilan itu tergantung rejeki, sekali berjualan itu bisa dapat sekitar Rp 150 ribu - Rp 300 ribu. Untuk harga hasil anyaman ini cukup murah mulai dari Rp 25 ribu - Rp Rp 50 ribu per buah," jelasnya.
BACA JUGA:Lama Tidak Hujan, Air Sungai Musi Berubah Menjadi Menghijau
BACA JUGA:Sumur Minyak di Tanjung Dalam Terbakar, Polisi Amankan 1 Orang Terduga Pelaku
Sementara itu Ita (38) warga Kelurahan Ngulak 1 mengaku lebih tertarik membeli perabot dari anyaman daripada perabot dari palstik.
"Menurut saya anyaman bambu lebih tahan lama dibanding plastik," jelasnya.
"Misalnya saja Tampah, kalau dari plastik dua bulan saja dipakai untuk menjemur itu bahannya sudah rapuh, beda dengan anyaman yang bisa bertahan 1 - 2 tahun," tukasnya.